Saturday, December 16, 2006

Membeli Tanah Milik Orang Tua

(PROPERTI.BIZ edisi 11 / Desember 2006)

Pak Surjadi,

Saya berniat untuk membangun rumah di atas sebagian tanah milik orang tua. Karena orang tua saya berniat menghibahkan tanah tersebut kepada anak-anaknya (tiga anak).
Sertipikat atas tanah tersebut belum dipecah. Luas tanah 725 m2, sementara yang ingin saya bangun seluas 275m2, sehingga saya harus membeli dari adik saya atas kekurangan luas tersebut dan adik saya bersedia untuk menjual sebagian kepada saya, yaitu seluas kurang lebih 35m2.

Pertanyaan saya, bagaimana caranya agar proses jual beli tersebut berjalan aman dan terhindar dari sengketa di kemudian hari, karena sebenarnya jatah saya adalah masing masing ± 240m2 dan berapa biaya yang harus saya keluarkan.

Demikian pertanyaan saya, saya harap Bapak berkenan membahas masalah ini.
Terima kasih.
Endro – Bandung
Jawab:
Pak Endro yang terhormat,

Terima kasih atas pertanyaan yang Bapak sampaikan. Membaca surat Bapak, dapat saya simpulkan bahwa orang tua anda masih hidup. Hal ini penting diketahui terlebih dahulu, karena proses hukumnya akan berbeda jika orang tua anda telah meninggal dunia. Jika orang tua anda telah meninggal dunia berarti objek tanah tersebut menjadi tanah warisan dan ini harus melalui proses tersendiri.

Masalah yang Bapak hadapi lebih sederhana, karena orang tua / pemilik tanah dapat saja mengalihkan sebagian dari total luas tanah tersebut. Bisa dengan Akta Jual Beli atau dengan Akta Hibah (PPAT). Mengingat jatah anda hanya ± seluas 240m2 dan ingin menambah 35m2 sebaiknya dilakukan dengan Akta Jual Beli seluas 275m2, walaupun harga jual belinya hanya seharga 45m2. Lalu uang pembelian itu terserah orang tua anda mau memberikannya kepada siapa yang bagiannya nanti terkurangi. Di dalam Akta Jual Beli (AJB) dijelaskan bahwa objek jual beli adalah sebagian dari luas 725m2 tersebut. Selanjutnya AJB tersebut disampaikan ke Kantor Pertanahan (BPN) untuk dibuatkan Setipikat Pecahannya dan sisanya yaitu seluas 450m2 akan tetap nama orang tua.
Untuk biayanya akan dikenakan PPh bagi Penjual 5% dan BPHTB bagi Pembeli 5% terhitung dari Harga Jual Beli. Namun jika harga tersebut < NJOP maka 5% dihitung dari NJOP. Biaya biaya lain adalah Biaya pembuatan AJB oleh PPAT / Notaris.

Demikian penjelasan singkat ini semoga bermanfaat.
Salam , Surjadi Jasin

Thursday, November 16, 2006

Persetujuan untuk Jual Beli

(PROPERTI.BIZ edisi 10 / Nopember 2006)

Pak Surjadi Jasin yang terhormat,
Saya berniat menjual tanah dan bangunan yang saya miliki. Ketika transaksi hendak dilaksanakan di hadapan Notaris / PPAT, saya diminta untuk menghadirkani istri saya guna menandatangani Akta Jual Beli. Masalahnya istri saya sedang menjalankan tugas dari kantor tempatnya bekerja di luar negeri. Dan istri saya sulit untuk meninggalkan pekerjaannya untuk sekedar kembali ke Indonesia.

Pertanyaan saya apakah benar dan tidak ada jalan lain agar transaksi tersebut bisa berjalan tanpa kehadiran istri saya? Perlu saya informasikan lebih lanjut bahwa sertifikat tercatat atas nama saya. Mohon jawaban dari Bapak agar saya bisa melaksanakan transaksi tersebut.

Hormat saya, Dadang Supriatna. S. Pd.
Jawab:
Pak Dadang yang saya hormati.
Benar, bahwa dalam perbuatan jual beli terhadap harta yang diperoleh dalam perkawinan perlu adanya persetujuan dari pasangan kawin (suami / istri), karena dalam hukum perkawinan kita dikenal adanya Lembaga Harta Kekayaan Bersama, sehingga perlu mendapat persetujuan pasangan kawinnya. Harta bersama atau harta gono gini merupakan harta kekayaan antara suami dan istri baik aktiva maupun passiva, dimulai sejak terjadinya perkawinan dan berakhir pada saat bubarnya suatu perkawinan.

Lalu penyimpangan ketentuan tersebut hanya dapat dilakukan sebelum dilaksanakan perkawinan, dibuktikan dengan adanya Akta Perjanjian Perkawinan yang dibuat dihadapan Notaris dan dicatat dalam Akta Perkawinan / Buku Nikah dan keadaan ini akan tetap berlangsung dan tidak pernah dapat diubah lagi, hal ini dimaksudkan untuk melindungi pihak ketiga.

Dalam masalah Bapak, karena tidak adanya perjanjian perkawinan, maka persetujuan pasangan kawin tetap diperlukan. Sebagai jalan keluarnya, maka istri Bapak dapat membuat Surat Persetujuan Menjual yang dilegalisir oleh Kedubes Indonesia di tempat dimana istri Bapak berada. Berdasarkan surat itu, bapak bisa menghadap ke Notaris / PPAT untuk melaksanakan transaksi jual beli disamping syarat- syarat lain yang bisa Bapak tanyakan ke PPAT yang bersangkutan.
Demikian jawaban saya semoga bermanfaat.

Salam, Surjadi Jasin, SH

Sunday, October 8, 2006

Pajak dan Biaya Jual Beli

(PROPERTI.BIZ edisi 9 / Oktober 2006)

Pak Surjadi yang terhormat,

Saya Suparman berniat membeli tanah dan bangunan. Pilihan sudah saya tetapkan. Harga antara saya dan penjual sudah disepakati, tetapi saya terkaget-kaget karena biaya yang harus dikeluarkan untuk pajak dan biaya jual beli tersebut menurut saya luar biasa besarnya, sedangkan dana untuk membeli tanah tersebut adalah hasil dari menguras tabungan saya. Apakah memang demikian besar jumlah biaya dalam setiap transaksi jual beli tanah?

Mohon penjelasan dari Pak Surjadi.
Terima kasih.

Jawab:

Pak Suparman yang sedang terkaget-kaget, secara garis besar ada tiga komponen biaya dalam transaksi yaitu:
a. Pajak dan Bea,
b. Biaya pembuatan Akta PPAT (Akta Jual Beli),
c. Biaya pengurusan balik nama.
Ketiga komponen inilah yang biasanya digabung dalam angka tertentu.

Pajak dalam jual beli tanah adalah Pajak Penghasilan (PPh) dikenakan terhadap subyek pajak atas penghasilan yang diterima atau diperoleh dalam tahun pajak. Ini bisa berbentuk pengalihan harta berupa tanah dan / atau bagunan.

Tarif PPh adalah 5% dari harga transaksi. Jika harga transaksi lebih rendah dari nilai jual obyek pajak (NJOP), besar PPh dihitung dari NJOP. Untuk transaksi < 60 juta, PPh tidak wajib dibayar.

Komponen Bea dalam jual beli tanah adalah Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB). BPHTB adalah Bea atau Pajak yang dikenakan atas perolehan dan / atau bangunan. Bea ini dibebankan kepada pembeli. Besarnya adalah 5% dari harga transaksi. Jika harga transaksi < NJOP, dasar pengenaannya dihitung berdasarkan NJOP yang terlebih dahulu dikurangi dengan Nilai Perolehan Obyek Pajak Tidak Kena Pajak (NPOTKP). Nilai NPOTKP ditetapkan secara regional. Untuk kota Bandung besarnya NPOTKP adalah Rp. 30 juta.

Contoh: A menjual tanah pada B seharga Rp. 200 juta. NJOP Rp. 150 juta. Jadi PPh yang harus dibayar A adalah Rp. 200 juta x 5% = Rp. 10 juta.
BPHTB yang harus dibayar B adalah (Rp. 200 juta - Rp. 30 juta) x 5% = Rp. 8,5 juta.

Komponen biaya lainnya adalah biaya pembuatan akta jual beli tanah meliputi biaya pembuatan Akta PPAT dan honorarium. Biasanya besarnya adalah 1% dari nilai transaksi. Komponen yang terakhir adalah biaya pengurusan balik nama, meliputi biaya cek sertipikat, formulir / blanko balik nama, biaya administrasi dan jasa pengurusan.

Dalam jual beli, pembeli umumnya menanggung semua biaya pengurusan balik nama. Meskipun dalam kasus tertentu, biaya bisa ditanggung bersama antara penjual dan pembeli. Sudah pasti setelah terjadi kesepakatan di antara mereka.

Demikian jawaban saya, semoga bermanfaat.

Salam, Surjadi Jasin, S.H.

Friday, September 1, 2006

Membeli Apartemen Dengan Aman

(PROPERTI.BIZ edisi 8 / September 2006)

Pak Surjadi,

Saya berminat untuk memiliki apartemen. Saya mendengar ada beberapa apartemen yang dikemudian hari bermasalah. Bisakah saya mengetahui tata cara untuk memiliki apartemen dengan aman ?
Terima kasih.

Yani - Bandung

Jawab:

Ibu Yani yang terhormat,
Terima kasih atas pertanyaan yang Ibu sampaikan. Rumah susun berdasarkan Pasal 1 Undang Undang Rumah Susun (UURS) No.16 Thn 1985 diartikan sebagai: Gedung bertingkat yang dibangun dalam suatu lingkungan, terbagi atas bagian-bagian yang distrukturkan secara fungsional dalam arah vertikal dan horisontal dan merupakan satuan-satuan yang dapat dimiliki dan digunakan secara terpisah yang dilengkapi dengan bagian bersama, tanah bersama dan benda bersama.

Istilah apartemen sebenarnya lebih cocok untuk bangunan rumah susun yang disewakan, sedangkan untuk rumah susun yang dapat dimiliki lebih tepat disebut kondominium. Hanya masyarakat terlanjur mengenal istilah apartemen.
Jika Ibu sudah menentukan pilihan, perlu diperhatikan beberapa faktor, agar tidak terjadi masalah di kemudian hari dan dapat menjadi pegangan serta mempunyai dasar hukum yang kuat.
  1. Perhatikan izin-izin dan surat surat yang dimilki developer: Perijinan proyek yang meliputi Surat Ijin Peruntukan Penggunaan Tanah, Block Plan dan IMB
  2. Denah Satuan Apartemen dan Denah Bangunan Lantai
  3. Status Sertipikat atas Satuan Rumah Susun, apakah berdiri di atas Hak Guna Bangunan (HGB) atau Hak Pakai
  4. Meminta ketegasan soal kapan selesainya bangunan, jika apartemen masih dalam tahap pembangunan
  5. Teliti Nomor Unit yang dipilih dengn Nomor yang tertera di Sertipikat
Untuk syarat transaksi, Ibu harus membayar Pajak. Ada tiga jenis Pajak yang menjadi kewajiban konsumen:
  1. PPnBM (Pajak Penjualan atas barang Mewah) besarnya 20% dari nilai transaksi (jika apartemen luasnya> 150 dan atau nilai bangunan > Rp.4 jt/)
  2. PPN (Pajak Pertambahan Nilai) besarnya 10% dari nilai transaksi
  3. BPHTB (Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan) besarnya 5% dari nilai transaksi setelah dikurangi NPOPTKP (Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak) , untuk wilayah Kota Bandung NPOTKP adalah Rp. 30 jt.
Untuk masalah Pajak ini, sebaiknya Ibu bertanya kepada Pihak Developer sejak awal sehingga mengetahui secara rinci berapa biaya-biaya untuk Pajak yang akan Ibu tanggung. Kemudian Pemindahan hak atas Apartemen / Satuan Rumah Susun baru terjadi setelah Penandatangan Akta Jual Beli (AJB) dihadapan Pejabat Pembuatan Akta Tanah (PPAT).

Demikian informasi yang dapat saya berikan, semoga bermanfaat.

Salam, Surjadi Jasin, S.H.

Tuesday, August 8, 2006

Sertipikat Atas Nama Berdua

(PROPERTI.BIZ edisi 7 / Agustus 2006)

Pak Surjadi yth,

Saya berniat membeli tanah dan bangunan di daerah Cigadung seluas ± 350 m². Tanah tersebut sudah bersertipikat hak milik. Harga jual beli sudah disepakati antara saya dan penjual. Menjelang hari dilakukannya jual beli, saya kesulitan mengumpulkan uang untuk pembayaran tersebut. Saya meminta teman saya untuk meminjamkan uang untuk memenuhi kekurangannya. Secara prinsip teman saya setuju. Tetapi dia mengajukan syarat ingin namanya juga tercantum dalam sertipikat tanah tersebut.

Pertanyaan saya: Bisakah dalam satu sertipikat terdapat dua nama? Dan bagaimana cara proses jual belinya? Bagaimana jika suatu saat nanti saya ingin menjualnya?

Terima kasih.
Cahyo - Bandung.

Jawab:

Terima kasih atas pertanyaan yang Pak Cahyo ajukan.
Sertipikat atas nama berdua bisa saja dilakukan dan itu adalah suatu hal yang sering terjadi. Artinya jika sertipikat atas nama berdua, berarti anda harus berbagi kepemilikan. Dalam sertipikat boleh mencantumkan masing-masing bagian atau tidak, misal A 1/3 bagian dan B 2/3 bagian atau jika tidak menyebut bagian, masing-masing memiliki separuh bagian.

Dalam kepemilikan bersama, satu orang tidak bisa melakukan perbuatan hukum tanpa keikut sertaan dari pemilik yang lain. Karena kepemilikan itu berasal dari perbuatan hukum membeli, maka perbuatan hukum tersebut pun harus dilakukan oleh 2 orang yang namanya tercantum begitu juga sebaliknya dalam perbuatan hukum menjual.

Untuk proses jual belinya:
Penjual harus menyiapkan syarat-syarat Sertipikat asli, KTP suami istri (jika sudah menikah), Surat Nikah, PBB, KK, Bukti pembayaran PPh.
Pembeli harus menyiapkan KTP, dalam hal ini KTP atas nama 2 orang, membayar BPHTB, kesemua itu diserahkan kepada Notaris/PPAT yang disetujui kedua belah pihak.

Selanjutnya Notaris / PPAT akan memeriksa keaslian syarat-syarat tersebut.
Kemudian usahakan anda dan teman anda serta penjual bersama-sama datang ke PPAT untuk penandatanganan AJB dihadapan PPAT. Akta harus dibacakan lebih dulu oleh PPAT agar para pihak mengerti isinya. Setelah semua beres, PPAT akan melakukan Proses Balik nama ke BPN.

Demikian penjelasan saya, semoga bermanfaat.

Salam, Surjadi Jasin, S.H.

Sunday, July 16, 2006

Balik Nama Hak Atas Tanah Berdasarkan Warisan

(PROPERTI.BIZ edisi 6 / Juli 2006)

Pak Surjadi yang terhormat,

Kami 4 bersaudara baru saja ditinggalkan oleh ayah kami. Mendiang ayah meninggalkan warisan berupa tanah dan bangunan yang terletak di kawasan Bandung Utara seluas ± 1200 m². Sertipikat tercatat atas nama almarhum ayah. Kami mendengar bahwa ada kewajiban bagi para ahli waris untuk membalik nama sertipikat tersebut ke atas nama ahli waris, bagaimana caranya?
Mohon penjelasannya dan terima kasih.

Amien Mustopa, Bandung

Jawab
Terimakasih saya ucapkan kepada Pak Amien atas pertanyaannya. Persoalan ini banyak dialami oleh masyarakat kita. Bahwa ada kewajiban bagi para ahli waris untuk segera membalik nama terhadap harta warisan yang berupa tanah adalah benar.

Balik nama hak atas tanah berdasarkan warisan, merupakan balik nama dari pemegang hak yang telah meninggal dunia kepada ahli warisnya, yang oleh ahli waris dimohonkan balik namanya kepada Kepala Kantor Pertanahan setempat atas sertipikat tersebut.

Syaratnya adalah:
  1. Surat permohonan
  2. Sertipikat hak atas tanah
  3. Surat keterangan kematian/akte kematian
  4. Surat keterangan ahli waris
  5. Fotokopi KTP para ahli waris
  6. Fotokopi SPPT-PBB tahun berjalan
  7. Bukti BPHTB terhutang
Setelah seluruh syarat ini dilengkapi kemudian disampaikan kepada Kepala Kantor Pertanahan setempat melalui loket penerimaan. Setelah diterima dengan baik oleh Kantor Pertanahan setempat, maka sertipikat tersebut akan segera di balik nama ke atas nama para ahli waris yaitu Pak Amien dan ke-3 saudara lainnya.
Demikian penjelasan saya, semoga bermanfaat.

Salam, Surjadi Jasin, SH.

Friday, June 16, 2006

Transaksi Jual Beli Tanah Tanpa IMB Asli, Kuatkah?

(PROPERTI.BIZ edisi 5 / Juni 2006)

Pak Surjadi Jasin,

Saya baru membeli rumah di salah satu perumahan di Bandung Timur. Saat dilakukan transaksi dihadapan Notaris/PPAT ternyata pihak penjual hanya mempunyai Sertipikat asli saja, Dia tidak mempunyai IMB, blueprint & site plan asli. Penjual hanya mempunyai IMB yang sudah dilegalisir. Menurutnya hanya itu yang dia dapat dari developer. Penjual berjanji kepada saya akan mengurus IMB, blueprint dan site plan pengganti dengan mengurusnya ke Developer.

Yang menjadi pertanyaan saya:
Bagaimana status hukum IMB tersebut? Apakah dalam transaksi jual beli rumah cukup sertipikat asli tanpa IMB asli?

Ny.Erlin - Bandung Timur

Jawab:

Ibu Erlin, pertanyaan Ibu ini sering menjadi pertanyaan bagi pihak pembeli yang hendak melakukan transaksi jual beli tanah terutama jual beli tanah dan bangunan di kompleks perumahan. Sebenarnya tidak ada yang aneh dan diragukan, karena lazimnya developer pada saat membangun, membuat IMB induk (keseluruhan), dengan syarat tipe rumah yang dibangun sama, biasanya setelah selesai pembangunan copy IMB dilegalisir untuk masing masing unit rumah dan ini sah-sah saja.

Perlu diketahui bahwa untuk kepentingan jual beli rumah yang diperlukan adalah Sertipikat tanah sebagai bukti kepemilikan tanah dan Akta Jual Beli (AJB) sebagai bukti telah dilakukannya perbuatan hukum, pengalihan Hak atas tanah dari si penjual kepada pembeli yang objeknya adalah sebidang tanah berikut bangunan di atasnya. IMB hanya sebagai bukti bahwa bangunan itu mempunyai izin sedangkan site plan sebagai bukti bahwa pembangunan tersebut telah sesuai dengan rencana peruntukan tanah, jadi tidak berkaitan langsung dengan transaksi jual beli.

Namun IMB memang perlu dimiliki, karena jika tidak, rumah tersebut dianggap tak mempunyai izin, dan dikategorikan rumah liar dan dapat dibongkar oleh Pemda setempat. IMB salinan itu sendiri secara hukum adalah kuat, karena disalin sesuai aslinya dan diterbitkan oleh Instansi yang berwenang dan sekaligus dilegalisir. Mengingat aslinya telah diterbitkan sebelumnya, maka IMB salinan yang dilegalisirpun telah kuat.

Demikian jawaban saya, semoga Ibu mengerti. Terima kasih.

Salam,
Surjadi Jasin

Thursday, April 27, 2006

Sertipikat Hilang

(PROPERTI.BIZ edisi 4 / April 2006)

Pak Surjadi Jasin,

Salam hormat,
Melalui PROPERTI.BIZ, saya ingin menanyakan masalah yang sangat mengganggu pikiran saya dan keluarga. Sudah beberapa minggu ini saya mencari-cari Sertipikat rumah yang saya miliki, tapi tak ketahuan ada di mana, entah hilang atau terselip. Saya sudah membongkar dan menelusuri setiap sudut rumah , tapi tidak ketemu juga.
Untuk itu saya minta penjelasan Bapak bagaimana cara mengatasasi masalah saya ini ?
Terima kasih atas penjelasannya.

Rudi Sanjaya - Bandung

Jawab:

Bapak Rudi, saya dapat memahami kegundahan dan kepanikan anda dan keluarga, karena hilangnya sertipikat tanah / rumah yang anda miliki. Sertipikat sebagai Tanda Bukti Hak atas Tanah. Sertipikat memiliki kedudukan yang penting atas kepemilikian suatu Hak atas tanah.

Sertipikat berisi data fisik dan data yuridis suatu bidang tanah. Data yuridis adalah keterangan Status Hukum bidang tanah dan pemegang hak atas tanah tersebut.

Untuk itu, sebaiknya anda tidak perlu panik karena hilangnya Sertipikat bukan berarti hak atas tanah yang anda miliki hilang. Anda dapat mengurusnya dengan mengikuti saran-saran saya ini:
Sertipikat hilang bisa kita urus dengan memohon Sertipikat Pengganti kepada BPN (Badan Pertanahan Nasional).

Apa yang harus Pak Rudi lakukan ?
  1. Membuat laporan kepada kepolisian setempat, tentang hilangnya Sertipikat tersebut.
  2. Menghubungi Kantor Pertanahan setempat atau Kantor PPAT di mana tanah itu berada, untuk mengetahui tindakan selanjutnya yang perlu diambil.
Kemudian melengkapi syara- syarat lainnya, yaitu :
  • Surat Permohonan yang ditujukan kepada Kepala Kantor Pertanahan
  • Foto copy KTP
  • Foto copy Sertipikat (jika ada)
  • Surat Kuasa, jika Pengurusannya dikuasakan kepada pihak lain.
Jika Pemegang Hak telah meninggal dunia, permohonan untuk mengajukan Sertipikat Pengganti diajukan oleh Ahli Warisnya dengan menyertakan Surat Keterangan Ahli Waris.
  • Pernyataan dibawah Sumpah oleh Pemohon dihadapan Kepala Kantor Pertanahan.
  • Membayar biaya penerbitan Sertipikat Pengganti.
Sebelum Sertipikat Pengganti terbit, harus didahului pengumuman dalam salah satu Surat Kabar Harian setempat atas biaya Pemohon.
Jika dalam waktu 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal pengumuman tidak ada keberatan, maka Kepala Kantor Pertanahan akan menerbitkan Sertipikat Pengganti.

Demikian jawaban dari saya, semoga bermanfaat.

Salam,
Surjadi Jasin

Thursday, March 23, 2006

Syarat dan Tata Cara Jual Beli Tanah dan Bangunan

(PROPERTI.BIZ edisi 3 / Maret 2006)

Pak Surjadi,

Saya mempunyai sebidang tanah dan bangunan yang terletak di Jl. Peta, saya berniat menjual tanah dan bangunan tersebut melalui salah satu agen properti. Saya ingin mengetahui lebih jauh mengenai syarat dan tata cara jual beli tanah dan bangunan sesuai dengan peraturan yang berlaku.

Terima kasih.
Deddy Sugandi - Bdg
Jawab:
Bpk. Deddy Sugandi yang terhormat,

Terima kasih atas pertanyaannya. Masalah jual beli tanah sebenarnya adalah masalah yang sederhana tapi cukup kompleks dalam arti ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dan dilengkapi terlebih dahulu sebelum jual beli dilakukan guna sempurnanya perbuatan hukum tersebut sehingga dapat dibalik nama ke nama pembeli .

Apabila sudah tercapai kesepakatan harga antara anda dan pembeli maka pertama tama anda datang ke kantor PPAT (Pejabat Pembuat Akta Tanah) untuk minta dibuatkan Akta Jual Beli (AJB). PPAT adalah Pejabat Umum yang diangkat oleh Kepala Badan Pertanahan Nasional yang tugasnya adalah membuat Akta, yang menjadi bukti telah dilakukannya perbuatan hukum Peralihan Hak atas Tanah dari Penjual ke Pembeli.

AJB ini adalah media bagi Kantor Pertanahan / BPN untuk membalik nama sertipikat ke nama pembeli .Adapun syarat syarat yang akan diminta oleh PPAT untuk anda lengkapi adalah :

Bagi Penjual:
- Sertipikat Asli
- KTP Pemilik (suami - istri) bagi yang sudah menikah
- Akta Nikah (Surat Nikah) bagi yang sudah menikah
- Bukti pembayaran PBB
- Kartu Keluarga

Bagi Pembeli :
- KTP
Sebelum PPAT membuat AJB, PPAT akan memeriksa terlebih dahulu Sertipikat ke Kantor Pertanahan guna mengetahui
a. Apakah Sertipikat tersebut asli
b. Apakah Sertipikat tersebut sedang dijaminkan atau tidak
Dalam istilah sehari hari Sertipikat tersebut dinyatakan "BERSIH" karena PPAT akan menolak membuat Akta Jual Beli jika tanah tersebut dalam sengeta atau sedang dalam dijaminkan ("TIDAK BERSIH")
c. Apakah sertifikat tersebut sedang dalam sengketa atau tidak.
Sebelum dilakukan AJB juga Pembeli dan Penjual berkewajiban membayar :

Bagi Penjual:
Membayar Pajak Penghasilan (PPh) sebesar 5% x nilai jual (jika nilai jual diatas Rp. 60.000.000)

Bagi Pembeli :
Membayar BPHTB (Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan) sebesar 5% x nilai jual - Rp. 30.000.000,-
Setelah kesemuanya lengkap, barulah PPAT akan mempersilahkan anda dan Pembeli menandatangani Akta Jual Beli. Demikian penjelasan singkat ini semoga bermanfaat.

Salam,
Surjadi Jasin, SH.