Wednesday, December 1, 2010

Membeli Tanah dan Bangunan Melalui Developer

PROPERTI.BIZ edisi 57 / Desember 2010

Bpk. Surjadi yang terhormat,

Kalau mau mengecek developer itu bonafide atau tidak itu gimana....? Kalau developer tersebut tidak mempunyai rekanan dengan pihak bank bagaimana...? Apakah kredit bisa di setujui....? sebab saat ini pihak developer selalu memberikan penawaran untuk in house tapi saya kurang yakin... apakah aman dengan cara in house.

Agustinus

JAWAB

Pak Agustinus yth,

Pertama-tama untuk melihat developer bonafide tidaknya, lihat track record nya, apakah developer tersebut dalam menyelesaikan proyek-proyek sebelumnya ada banyak masalah atau tidak, jika dalam proyek-proyek sebelumnya sudah banyak masalah, anda perlu waspada dan berhati hati.

Selain itu , anda harus memeriksa aspek legalitas antara lain, sertifikat tanah yang akan di develope, aspek kepemilikan, serta perijinan perijinan nya.
Anda harus tegas menanyakan hal tersebut ke bagian marketing developer sebelum anda menentukan membeli atau tidak.

Jika semua ok, saya pikir anda tidak perlu ragu membelinya.

Bila developer tidak mempunyai rekanan dengan pihak bank, bank bisa saja memberikan kreditnya, sepanjang developer tersebut bonafide dan debiturnya layak untuk diberikan kredit.
Demikian, semoga bermanfaat.

Salam Surjadi Jasin, S. H.

Monday, November 1, 2010

Perlindungan Hukum Terhadap Pembeli Lelang

PROPERTI.BIZ edisi 56 / November 2010

Bpk. Surjadi yang terhormat,

Saya tertarik untuk membeli rumah di daerah Setrasari melalui proses lelang Pengadilan Negeri. Persyaratan sudah saya penuhi dan saya telah mengecek kondisi fisik tanah dan bangunan tersebut.

Ketika saya cek mengenai aspek legalitas, ternyata tanah dan bangunan yg akan dilelang tersebut tidak ada sertifikatnya. Apakah hal tersebut aman bagi saya , jika saya ditunjuk sebagai pemenang lelang ?

Joko S.

JAWAB
Pa Joko, pada prinsipnya, lelang tanah dan bangunan harus disertai dg penyerahan sertifikat, jika memang dapat dibuktikan bahwa sertifikat tidak dapat diserahkan pada saat lelang, bukan berarti lelang tidak sah.

Karena hukum memberi perlindungan hukum kepada pemegang lelang sesuai dengan Surat Deputy Menteri Agraria No. 5329 tgl 18 -2-1994 yg memberi perlindungan hukum kepada pemegang lelang yang sertifikatnya tidak bisa diserahkan yaitu : dengan pembatalan sertifikat tanah yg terdahulu dan dengan risalah lelang dapat dilaksanakan pendaftaran peralihan hak kepada pembeli / pemenang lelang. Jadi, berdasarkan risalah lelang pemenang lelang dapat melakukan balik nama sertifikat sesuai dengan prosedur pendaftaran tanah yg biasa dilakukan, maka jelas kedudukan pemenang lelang sangat aman .

Demikian, semoga bermanfaat.

Salam Surjadi Jasin, S. H.

Saturday, October 2, 2010

Haruskah Dengan Akta Notaris?

PROPERTI.BIZ edisi 55 / Oktober 2010

Bpk. Surjadi yang terhormat,

Apakah setiap transaksi jual-beli properti harus melalui notaris?
Jika saya memiliki persediaan dana yang terbatas dan tidak mencukupi untuk biaya notaris yang cukup mahal, apakah ada alternatif lain yang dapat saya lakukan sehingga saya tidak perlu transaksi melalui notaris/PPAT?

Mohon penjelasannya, Terimakasih.
Willy, Bandung

JAWAB

Setiap perjanjian yang bermaksud memindahkan hak atas tanah, memberikan suatu hak baru atas tanah, menggadaikan tanah, atau meminjam uang dengan hak atas tanah sebagai tanggungan, harus dibuktikan dengan suatu akta yang dibuat dan di hadapan pejabat yang ditunjuk.

Pejabat yang dimaksud adalah PPAT. PPAT adalah satu-satunya pejabat yag berwenang untuk membuat akta-akta peralihan hak atas tanah, termasuk jual-beli. Perkecualian mengenai ketentuan tersebut jika suatu Kecamatan belum diangkat seorang PPAT, biasanya Kepala Kecamatan dapat menjadi PPAT sementara. Suatu transaksi jual-beli tanah/properti yang tidak dilakukan di hadapan PPAT memang tidak dapat dianggap tidak sah. Namun, sebagai konsekuensinya, pembeli tidak dapat melakukan pendaftaran hak di kantor BPN, sehingga pembeli tidak akan memperoleh sertifikat sebagai tanda bukti atas tanah yang dibeli tersebut.

Dalam hal ini pendaftaran tanah hanya dapat dilakukan berdasarkan akta otentik yang dibuat oleh PPAT. Mengenai biaya yang cukup tinggi memang relatif, karena mengenai biaya pembuatan akta PPAT sudah ada UU yang mengaturnya.

Demikian dari saya, semoga bermanfaat.
Salam Surjadi Jasin, S. H.

Thursday, August 19, 2010

Membeli Rumah dari Developer Perorangan

PROPERTI.BIZ edisi 54 / Agustus - September 2010

Bpk. Surjadi Jasin yth.

Saya tertarik untuk rumah di perumahan milik perorangan, dia membeli tanah dan membangun rumah yang sejenis dengan jumlah yang tidak terlalu banyak. Bagaimana caranya agar saya tidak tertipu. Apa saja yang perlu saya perhatikan jika saya membeli rumah tersebut?

Agung, Bandung

JAWAB

Bpk. Agung yth.

Dalam hal ini Anda harus memperhatikan aspek kepemilikan, karena berkaitan dengan pihak yang menjual harus benar-benar sebagai pemilik tanah dan bangunan tersebut. Untuk itu Anda dapat melihat dari sertifikat tanahnya, seharusnya nama yang menjual tercantum dalam seritfikat. Jika tidak, perlu dilihat hubungan hukumnya antara orang yang tercatat dalam sertifikat tanah dan orang yang menjual, setidaknya harus ada surat kuasa untuk menjual. Sebaiknya tanah yang dibangun rumah-rumah tersebut sudah bersertifikat.

Mengenai aspek perizinan ini berbeda dengan perumahan yang dibangun oleh developer di kawasan perumahan harus sudah memiliki izin lokasi. Dengan memiliki izin lokasi berarti lahan tanah di lokasi tersebut telah memiliki persyaratan teknis. Sementara itu, tanah yang dibangun secara perorangan untuk perumahan kurang dapat dipertanggungjawabkan sesuai tata kota, meskipun telah memiliki IMB, karena hal ini belum disesuaikan dengan rencana pengembangan kota. Ada baiknya Anda mempertimbangkan kembali untuk membeli rumah dari developer perorangan karena faktor-faktor tersebut.
Demikian, semoga bermanfaat

Salam, Surjadi Jasin, S. H.

Friday, July 16, 2010

Memutuskan Perjanjian Sewa Menyewa

(PROPERTI.BIZ edisi 53 / Juli 2010)

Bpk, Surjadi Jasin yth.

Satu tahun yang lalu, saya menyewakan rumah dengan jangka waktu sewa selama 3 tahun. Ini berarti masih ada sisa jangka sewa selama 2 tahun. Saya menyewakan rumah tersebut karena suami saya harus dinas pindah ke luar kota. Rencananya, suami saya bertugas lebih dari 1 tahun. Namun, nyatanya setelah satu tahun pertama, suami saya ditempatkan kembali di Bandung.

Permasalahannya, ketika saa dan suami saya kembali ke Bandung kami tidak memiliki rumah lain selain rumah yang disewakan. Dengan situasi ini, saya mempunyai keinginan untuk memutuskan perjanjian sewa dengan mengembalikan uang sewa yang telah dibayar oleh pihak penyewa. Keinginan untuk memutuskan kontrak sewa ini karena rumah tersebut akan saya gunakan sendiri, bukan disewakan lagi.

Ternyata permintaan saya untuk memutuskan sewa ditolak oleh pihak penyewa. Mereka beralasan bahwa mereka sudah terlanjur membuat kesepakatan selama tiga tahun.

Dalam kondisi ini, kami mohon sarannya. Terimakasih.

Alice, Bandung Utara

JAWAB

Ibu Alice yang terhormat..

Alasan dari pihak penyewa yang keberatan untuk menghentikan perjanjian sewa menyewa adalah wajar dan tidak menyalahi ketentuan hukum yang berlaku. Dalam Pasal 1579 BW (Boergerlijk Wetboek) ada suatu ketentuan yang berbunyi sebagai berikut : “Pihak yang menyewakan tidak dapat menghentikan sewa dengan menyatakan hendak memakai sendiri barangnya yang disewakan, kecuali jika telah diperjanjikan sebaliknya”

Sebaiknya Ibu memeriksa kembali apakah dalam perjanjian sewa diatur klausula mengenai ketentuan di mana perjanjian sewa dapat dihentikan kapan saja oleh pihak pemilik apabila pemilik membutuhkan untuk memakai sendiri.

Jika ketentuan itu ada, maka Ibu memiliki dasar hukum untuk menghentikan perjanjian sewa. Namun bila tidak, secara hukum Ibu tidak bisa menghentikannya secara sepihak. Dengan kata lain, Ibu dapat menggunakan rumah tersebut setalah masa sewa menyewa telah berakhir. Atau bisa jadi, pihak penyewa menyetujui secara suka rela untuk menghentikan perjanjian sewa menyewa.

Demikian penjelasan singkat dari saya, semoga bermanfaat.

Salam,

Surjadi Jasin, S. H.

Monday, June 14, 2010

Sertifikat Dibalik Nama ke Anak di Bawah umur

(PROPERTI.BIZ edisi 52 / Juni 2010)

Bpk. Surjadi Jasin yang terhormat.

Saya dan istri saya sedang menjalani proses perceraian di Pengadilan Agama Bandung. Saya berencana untuk membuat kesepakatan dengan istri di luar pengadilan terkait dengan pembagian harta bersama. Saya dan istri saya, selama masa perkawinan masing-masing memiliki harta bawaan dan juga harta bersama berupa dua bidang tanah yang di atasnya berdiri bangunan rumah. Seluruh properti yang kami miliki atas nama istri saya.

Guna menjamin masa depan anak kami, maka saya ingin seluruh harta bersama tersebut dialihkan atas nama anak-anak kami yang masih berusia 2 dan 5 tahun. Yang ingin saya tanyakan, apakah rencana saya tersebut dapat dilaksanakan?

Mohon sarannya, terima kasih.
Joni, Bandung

Jawab

Bapak Joni yang terhormat

Sebagaimana diketahui bahwa harta bersama adalah harta yang diperoleh bersama suami/isti selama masa perkawinan. Masing-masing pihak berhak mendapatkan bagian yang sama besar yaitu ½ bagian. Sedangkan harta bawaan menjadi hak pihak yang membawanya.Tidak ada kewajiban untuk membagi harta tersebut kepada pihak lainya kecuali adanya kesepakatan lain antara kedua belah pihak yang bersangkutan.

Balik nama sertifikat ke atas nama anak yang berusia di bawah umur diperbolehkan. Dengan demikian, keinginan rencana bapak di atas dapat dilakukan, dengan syarat pihak istri/mantan istri menyetujui rencana ini. Hal ini terkait dengan ketentuan suami/istri mendapatkan hak sama besar dalam pembagian harta bersama. Bila mantan istri ternyata tidak menyetujuinya, hak yang dapat dibalik atas nama anak-anak adalah bagian Bapak yang sebesar ½ dari bagian harta bersama. Dengan demikian, kepemilikan harta properti adalah ½ mantan istri dan ½ anak-anak.

Mudah-mudahan Bapak dan istri/ mantan istri mencapai kesepakatan demi masa depan anak-anak. Demikian penjelasan dari saya. Semoga bermanfaat.

Salam Surjadi Jasin, S.H.

Friday, May 21, 2010

Masa Berlaku HGB Habis

(PROPERTI.BIZ edisi 51 / Mei 2010)

Bpk Surjadi yth,

Saya berencana membeli rumah di daerah Bandung Selatan. Harga dan lokasinya sangat cocok. Tetapi ada permasalahan yang membuat saya ragu untuk membeli rumah tersebut. Keraguan yang timbul karena sertifikat hak atas tanah dan bangunan tersebut telah habis jangka waktunya, dan kedua pemilik memberikan informasi sertifikat aslinya hilang, pemilik hanya memiliki fotocopy sertifikat. Bagaimana posisi hukum saya sebagai calon pembeli mengenai permasalahan tersebut ?

Mohon penjelasannya.
Asep, Bandung

JAWAB:

Bpk Asep yth,

Mengenai sertifikat hak atas tanah dan bangunan yang telah habis jangka waktunya, penyelesaiannya sebenarnya mudah karena sudah ada prosedur tertentu untuk perpanjang atau permohonan sertifikat kepemilikan di kantor BPN setempat, asalkan si pemilik dapat memenuhi persyaratan administrasi yang ditentukan, sertifikat hak tersebut dapat diperpanjang kembali.

Proses sertifikat yang hilangpun tidak sulit. Pemilik harus membuat laporan kehilangan di kepolisian setempat dan selanjutnya memohon sertifikat baru dengan memenuhi persyaratan administrasi yang ditentukan.

Untuk menghindari terjadinya permasalahan hukum sebaiknya penjual meyelesaikan masalah tersebut. Dengan demikian Anda membeli tanah dan bangunan bebas masalah.
Demikian jawaban dari saya. Semoga Bermanfaat

Salam,
Surjadi Jasin, S. H.

Monday, April 19, 2010

Perlukah Ganti Nama PBB

(PROPERTI.BIZ edisi 50 / April 2010)

Bpk Surjadi Jasin yth,

5 bulan lalu saya membeli kavling beserta bangunan di sebuah perumahan di daerah Bandung Utara. saya membeli kavling dan bangunan dari pemilik pertama yang membeli dari developer. Keabsahan jual-beli antara saya dan pemilik pertama hanya berupa akta jual-beli (AJB) sementara sertifikat kepemilikan tanah dan bukti pembayaran masih atas nama pemilik lama.

Apa efek negatif terhadap proses jual-beli yang saya lakukan? Setelah proses jual-beli yang di tandai dengan AJB, saya memperoleh seluruh surat-surat tanah dan pajak masih atas nama pemilik pertama. Jika mengurus balik nama atas sertifikat kepemilikan apakah juga harus menguah nama pemilik di surat pajak bumi dan bangunan (PBB)? Apa akibatnya jika tidak mengubah nama PBB? Haruskah nama di PBB sama dengan nama di sertifikat tanah?

Mohon penjelasannya. Terima kasih.
Zaenal, Bandung

JAWAB

Bapak Zaenal yth,

Jika Anda telah menandatangani akta jual-beli (AJB) di depan PPAT, pada saat itu juga sudah beralih kepemilikan dari penjual ke pembeli. Pengurusan balik nama sertifikat yang saat ini sedang anda lakukan melalui PPAT sudah tepat. PPAT tentunya mengetahui syarat-syarat dan prosedur pendaftaran tanah agar menjadi tanda bukti yang kuat. Upaya Anda melakukan peralihan sertifikat menjadi nama Anda tentunya bisa saja dilakukan karena AJB sebagai syarat mutlak telah dibuat di hadapan PPAT. Sementara itu, PBB sebaiknya dibaliknamakan atas nama Anda untuk tidak menimbulkan persoalan hukum pada kemudian hari. Masalah pengurusan balik nama PBB tersebut tidaklah sulit. Anda tinggal mengajukan permohonan balik nama tersebut ke kantor pelayanan pajak dengan melampirkan AJB dan sertifikat yang telah dibaliknamakan.

Demikian penjelasan dari saya,

Salam,
Surjadi Jasin, S. H.

Wednesday, March 17, 2010

Jual Beli Tidak Membatalkan Sewa Menyewa

(PROPERTI.BIZ edisi 49 / Maret 2010)

Bapak Surjadi, Yth.

Saya mengontrak sebuah rumah di kawasan Pasteur, Bandung, untuk rumah tinggal. Dalam perjanjian sewa ditentukan bahwa jangka waktu sewa akan berakhir kurang lebih 2 (dua) tahun lagi. Namun ternyata saat ini rumah tersebut telah dijual oleh pemilik rumah kepada pihak ketiga. Sampai saat ini belum ada permintaan untuk mengosongkan rumah, baik dari pemilik rumah maupun pemilik baru. Namun, timbul sedikit kekawatiran dalam diri saya mengenai posisi saya sebagai penyewa. Untuk itu saya mohon penjelasan mengenai posisi saya dimata hukum dan saran terkait posisi saya tersebut.

Hartanto, Bandung.

Jawab:

Bapak Hartanto Yth,

Dilihat dari sisi hukum, bapak tidak perlu khawatir karena jual beli tidak serta merta membatalkan perjanjian sewa menyewa. Dengan kata lain, perjanjian sewa-menyewa antara Bapak dengan pemilik rumah lama masih tetap sah dan berlaku sampai jangka waktu sewa dalam perjanjian tersebut berakhir. Walaupun kepemilikan atas tanah tersebut telah beralih, Bapak masih bisa menempati rumah tersebut sesuai dengan perjanjian sewa.

Dengan demikian pemilik rumah baru tidak bisa sewenang-wenang mengusir Bapak dan keluarga, dengan alasan apapun juga. Kecuali terjadi kesepakatan antara Bapak dengan pemilik rumah baru terkait dengan penggantian uang sewa yang sudah terlanjur dibayarkan serta penentuan jangka waktu yang lazim untuk Bapak mendapatkan rumah lain atau perjanjian lain yang disepakati bersama.

Demikian saran saya, semoga bermanfaat.

Salam,
SURJADI JASIN, SH.

Monday, February 22, 2010

Tanah dan Bangunan Sebagai Pembayaran Hutang

(PROPERTI.BIZ edisi 48 / Februari 2010)

Bpk. Surjadi Jasin yang terhormat,

Kawan saya, sudah dalam waktu tujuh tahun ini tidak dapat membayar utangnya kepada saya. Setelah musyawarah, akhirnya tercapai kesepakatan. Dia akan menyerahkan rumahnya sebagai pembayaran hutangnya. Mohon saran tentang proses balik namanya, karena saya segera membalikan nama sertifikat tanah tersebut atas nama saya.

Kami sepakat bahwa dia masih di ijinkan untuk menempati rumah tersebut untuk jangka waktu 3 (tiga) tahun sejak peralihan tersebut, tetapi saya tetap akan membalik nama sertifikat.

Mohon sarannya, Terima Kasih
Wisnu, Bandung

JAWAB
Bpk. Wisnu yang saya hormati,
Untuk proses balik nama sertifikat hak atas tanah, tentunya harus ada suatu perbuatan hukum pengalihan hak atas tanah. Pengalihan hak ini dituangkan dalam suatu akta yang dibuat di hadapan PPAT.

Setelah dipenuhinya persyaratan-persyaratan administrasi, PPAT akan menggunakan perbuatan hukum jual beli antara anda selaku pembeli dan teman anda yang selaku penjual, dan dituangkan dalam Akta Jual Beli.

Harga rumah dianggap sudah terbayar lunas disesuaikan dengan jumlah utang penjual kepada anda.

Selanjutnya, seperti biasanya, PPAT akan mengurus balik nama sertifikat ke atas nama Bapak berdasarkan Akta Jual Beli tersebut di Kantor Pertanahan setempat.

Mengenai kesepakatan bahwa teman anda masih akan menempati rumah tersebut dapat dituangkan dalam Akta Kesepakatan atau perjanjian lainnya. Perjanjian ini sebaiknya juga dibuat di hadapan Notaris.

Demikian penjelasan dari saya, semoga bermanfaat.

Salam, Surjadi Jasin, SH.

Thursday, January 28, 2010

Peralihan Hak Guna Bangunan Menjadi Hak Milik

(PROPERTI.BIZ edisi 47 / Januari 2010)

Pak Surjadi, Yth.

Setahun lalu saya membeli tanah dan bangunan dari developer melalui fasilitas KPR (Kredit Kepemilikan Rumah) pada sebuah bank selama lima tahun. Dalam Perjanjian Kredit dengan bank itu dinyatakan bahwa sebagai jaminan atas kredit tersebut adalah Sertipikat Hak Guna Bangunan (SHGB) atas tanah dan bangunan tersebut atas nama Developer dalam proses balik nama atas nama saya.

Yang ingin saya tanyakan sederhana saja Pak Surjadi, yaitu:
  1. Kalau sudah lunas, bagaimana cara mengurus sertipikat dari SHGB ke SHM atas nama saya?
  2. Kalau ternyata kemudian PT A sudah bangkrut sebelum kredit saya lunas, apa risiko atas rumah dan sertipikat saya yang masih SHGB tersebut? Bagaimana cara mengalihkan nama menjadi SHM dalam kondisi demikian?
Andi, Gegerkalong - Bandung

Jawab

Pak Andi yang saya hormati, berikut ini saya sampaikan beberapa hal untuk menjawab pertanyaan Pak Andi, yaitu:
  1. Untuk pengambilan KPR dengan jaminan rumah, sertipikat HGB telah dipasang hak tanggungan. Cara pengurusan jika sudah lunas adalah datang ke bank bersangkutan dengan meminta surat keterangan lunas dari bank tersebut dan SHGB yang dijaminkan. Kemudian Anda datang ke kantor Pertanahan setempat untuk meminta hak tanggungan tersebut dicabut (Roya) dengan memberikan bukti pelunasan dari Bank.
  2. Bila ternyata Developer bangkrut, adalah tidak masalah sepanjang SHGB telah dipecah karena sertipikat telah dipasang hak tanggungan atas nama Anda, dan tidak ada kaitan dengan developer tersebut. Terkecuali jika sertipikat masih atas nama developer (Sertipikat Induk). Jika demikian hanya dilakukan pemecahan. Biasanya baru bisa Roya Parsial (sebagian), artinya bank akan melakukan pemecahan dan datang ke BPN atas nama Anda dan melakukan Roya Parsial. Ini artinya mengangkat Hak Tanggungan atas nama Anda. Jika Sertipikat telah dipecah atas nama Anda, maka Anda dapat datang ke BPN setempat untuk memohon peningkatan hak menjadi Hak Milik.
Demikian penyampaian saya untuk Pak Andi, semoga bermanfaat.
Salam Surjadi Jasin, S. H.