Wednesday, December 17, 2008

Hak Atas Tanah Yang Dibeli Melalui Developer

(PROPERTI.BIZ edisi 35 / Desember 2008)

Pak Surjadi yang saya hormati,

Saya berniat membeli rumah di kawasan perumahan. Saya menyempatkan datang ke berbagai komplek perumahan di Bandung untuk mendapatkan pilihan rumah di berbagai developer. Banyaknya informasi membuat saya bingung. Ada developer yang menjelaskan bahwa saya akan menerima sertifikat Hak Guna Bangunan (HGB) jika membeli rumah itu. Tetapi ada juga developer yang menawarkan bahwa jika membeli di perumahannya maka saya akan mendapatkan sertifikat Hak Milik (HM).

Saya ingin mendapatkan penjelasan mengenai status kepemilikan tanah yang dibeli melalui developer. Pilihan mana yang lebih menguntungkan dan aman dari keduanya? Mohon penjelasan, terima kasih.

Nandang, Bandung

Jawab:

Perlu saya jelaskan mengenai prosedur pengembangan dalam memperoleh tanah untuk perumahan. Untuk memperoleh tanah, pertama-tama developer harus memiliki izin prisnsip sebagai dasar untuk memperoleh izin lokasi. Dengan izin lokasi, developer diberi kewenangan untuk memperoleh tanah dari para pemilik tanah sebelumnya di lokasi yang bersangkutan. Tentu saja status kepemilikan tanah oleh pemilik tanah yang sebelumnya beraneka ragam. Ada yang memiliki Hak Milik, Hak Guna Bangunan, Hak Pakai, atau tanah bekas adat atu bekas hak barat.

Untuk memenuhi ketentuan yang mengatur bahwa developer sebagai badan hukum hanya boleh memiliki tanah dengan status Hak Guna Bangunan atau hak lainnya, maka developer harus melakukan pemindahan hak dari pemilik sebelumnya. Setelah pemindahan hak tersebut, baru BPN akan menerbitkan HGB atas nama pengembang. HGB atas nama developer biasanya disebut HGB induk.

Setelah diterbitkan HGB induk, maka developer wajib melakukan pemecahan/splitsing HGB Induk menjadi HGB per kavling yang nantinya akan diatasnamakan kepada masing masing pembeli. Jadi, anda akan menerima sertifikat HGB dari developer.

Apabila ada developer yang menjanjikan akan memberikan sertifikat Hak Milik kepada pembeli, tidak menjadi masalah. Dalam hal ini developer tidak hanya melakukan pemecahan sertifikat induk dan balik nama. Akan tetapi developer masih mempunyai kewajiban untuk meningkatkan Hak dari sertifikat HGB pecah menjadi sertifikat Hak Milik atas nama anda sebagai pembeli kavling yang bersangkutan.

Mana yang lebih menguntungkan memilih tawaran developer yang akan memberikan sertifikat HGB atau Hak Milik? Tentu saja jawabannya lebih menguntungkan bila anda dapat langsung menerimah sertifikat Hak Milik. Alasannya Anda tidak perlu mengeluarkan biaya tambahan lagi nantinya untuk peningkatan hak. Tapi janji developer tersebut harus secara tegas dinyatakan dalam perjanjian pengikatan jual-beli (PPJB) antara anda dengan developer.

Terima kasih, mudah-mudahan bermanfaat.
Surjadi Jasin, S.H.

Monday, November 17, 2008

Syarat Jual Beli Yang Memberatkan

(PROPERTI.BIZ edisi 34 / Nopember 2008)

Pak Surjadi,

Saya membeli kaveling dari developer. Setelah saya membayar sebanyak 25% dari harga jual beli, saya diharuskan untuk menandatangani perjanjian pengikatan jual beli antara saya dan developer. Namun setelah saya baca banyak pasal pasal dalam perjanjian yang saya rasa akan merugikan saya dan menguntungkan developer, dikarenakan begitu banyak sanksi yang dikenakan kepada pembeli jika janji-janjinya tidak ditepati. Akan tetapi sanksi terhadap developer seandainya wan prestasi sama sekali tidak diatur. Mohon saran agar saya sebagai pembeli tidak dirugikan.

Terima kasih.
Ahmad N. - Bandung

Jawab:

Pak Ahmad Yth,

Dalam praktek jual beli tanah dan bangunan, memang wajar jika ada perjanjian terlebih dahulu sebelum ditanda tangani akte jual beli. Mengapa diperlukan perjanjian pendahuluan? Karena pembeli belum melunasi pembayaran dan penjual belum menyelesaikan bangunan.

Sering kali kita temui draft dari perjanjian pendahuluan yang lazim kita kenal sebagai PPJB (Perjanjian Pengikatan Jual Beli) sudah dipersiapkan terlebih dahulu oleh Pihak Penjual (developer) dalam bentuk standard akta seolah olah isi dalam perjanjian tidak boleh ditawar lagi.

Developer yang beritikad baik, seharusnya memberikan terlebih dahulu draft perjanjian untuk dipelajari oleh pembeli dalam arti draft tersebut hanya penawaran.
Hal hal yang perlu diperhatikan sebelum menandatangani PPJB :
  1. Kewenangan bertindak penjual.
  2. Harus ditegaskan bahwa pengembang telah memiliki dan menguasai lahan tersebut secara sah dan tidak sedang dijaminkan
  3. Pengembang telah memiliki ijin ijin yang sah untuk proyek tersebut.
Adapun isi PPJB mengatur:
  1. Harga jual dan biaya yang ditanggung konsumen
  2. Spesifikasi bangunan dan lokasi
  3. Tanggal serah terima
  4. Denda keterlambatan bila pengembang terlambat melakukan serah terima kepada konsumen
  5. Hak konsumen untuk membatalkan perjanjian bila pengembang lalai akan kewajibannya dan mengembalikan uang pembayaran yang telah diterima berikut denda, begitu juga sebaliknya bila konsumen lalai melaksanakan kewajiban
  6. Tanggal penandatangan Akta Jual Beli dihadapan PPAT
  7. Masa pemeliharaan setelah serah terima
Demikian hal hal yang perlu diperhatikan sebelum konsumen menandatangani PPJB. Jika ada hal yang memberatkan, konsumen berhak untuk mendiskusikan dengan pengembang. Semoga bermanfaat.

Salam - Surjadi Jasin, SH

Friday, October 17, 2008

Keabsahan Jual Beli

(PROPERTI.BIZ edisi 33 / Oktober 2008)

Pak Surjadi,

Saya membeli kavling yang merupakan bagian dari sebidang tanah hak milik secara mencicil. Surat perjanjian jual beli dibuat antara saya dan Pak X sebagai pihak penjual. Siapa saja yang harus menandatangani surat tersebut? Sebagai tambahan informasi, tanah tersebut atas nama Ibu Y. Ia telah memberi kuasa kepada istri Pak X yaitu Ibu D.
Mohon saran apakah saya harus memperbaharui surat perjanjian jual beli? Karena yang diberi kuasa adalah istri Pak X yaitu Ibu D telah meninggal dunia. Bagaimana caranya agar jual beli yang saya lakukan tidak mendapat masalah di kemudian hari.

Terima kasih.
Subandi – Bandung

Jawab:

Pak Subandi Yth,

Untuk melakukan jual beli tanah, yang harus menandatangani adalah pemilik yaitu nama yang tercantum dalam Sertifikat. Dalam hal ini pemilik tanah telah memberik kuasa kepada orang lain, yaitu istri Pak X.
Dalam kasus bapak, Pak X jelas tidak dapat menandatangani mewakili penjual karena bukan dia yang diberi kuasa. Jika istri Pak X, yaitu ibu D telah meninggal dunia, kuasa itu gugur dengan sendirinya.

Kuasa tidak dapat diwariskan atau disubstitusikan kepada istri, suami, atau pihak lain. Jadi, jual beli yang bapak lakukan tidak sah. Bapak sebaiknya menghubungi Pak X untuk menemui pemilik tanah yang namanya tercantum dalam Sertifikat dan menandatangani Akta Perjanjian Jual Beli baru.
Semoga bermanfaat.

Salam,
Surjadi Jasin, SH.

Wednesday, September 17, 2008

Keaslian Sertifikat

(PROPERTI.BIZ edisi 32 / September 2008)

Pak Surjadi,

Saya hendak menjual tanah warisan yang saya peroleh dari orang tua saya. Saya dan calon pembeli sudah ada kesepakatan harga. Tapi pembeli mengatakan hanya akan membayar setelah dia mendapat jaminan dari saya soal keaslian sertifikat.
Yang saya tanyakan, bagaimana saya dapat membuktikan kepada calon pembeli bahwa sertifikat itu asli ?
Mohon saran.

Terima kasih.
Darta - Bandung

Jawab:

Pak Darta Yth,
Memang wajar sekali jika pembeli ingin mendapat jaminan keaslian sertifikat. Tapi Bapak tidak usah khawatir untuk membuktikannya, karena sebelum melakukan transaksi jual beli, seorang PPAT / Notaris wajib memeriksakan sertifikat tersebut ke kantor Pertanahan setempat. Jika ada sesuatu dengan sertifikat tersebut, sudah barang tentu PPAT / Notaris tidak akan melakukan transaksi atas tanah tersebut.

Jadi anda tinggal meyakinkan pembeli bahwa sertifikat akan dicek / diperiksa oleh PPAT yang ditunjuk oleh Penjual maupun Pembeli. Jika sertifikat tersebut clear / bersih dan dicap oleh Kantor Pertanahan, maka sertifikat tersebut baru boleh ditransaksikan oleh PPAT / Notaris.

Jadi saran saya, anda tak perlu risau untuk membuktikan masalah tersebut.
Semoga bermanfaat.

Salam
Surjadi Jasin, SH

Sunday, August 17, 2008

Sertipikat yang Diblokir / Disita

(PROPERTI.BIZ edisi 31 / Agustus 2008)

Pak Surjadi,
Saya mau membeli rumah, tapi ketika sertifikat saya serahkan ke Notaris PPAT, saya mendapat kabar bahwa sertifikat tersebut sedang disita / diblokir oleh seseorang , sehingga tidak dapat diperjual belikan . Yang menjadi pertanyaan adalah :
Bagaimana caranya agar jual beli dapat dilaksanakan? Terima kasih.

Muhamad D.
Bandung

Jawab:

Bapak Muhamad,

Agar jual beli dapat dilaksanakan, maka sertifikat yang disita atau diblokir tersebut harus diangkat.

Langkah pertama, Bapak harus mengetahui siapa yang melakukan Sita / Blokir dan untuk urusan apa diblokir. Setelah hal tersebut diketahui kemudian Bapak dapat melakukan pengangkatan sita. Selama sita jaminan masih melekat atas hak atas tanah sebagaimana sita dalam buku tanah dan daftar umum lainnya maka Kepala kantor Pertanahan menolak setiap permohonan perobahan pemeliharaan data fisik maupun data yuridis bersangkutan.

Catatan sita di buku tanah dan daftar umum lainnya dalam perkara perdata maupun pidana hanya dapat dibatalkan atau diangkat sita setelah perkaranya dihentikan atau perkaranya sudah diputuskan hakim dan telah mempunyai kekuatan hukum tetap, dibuktikan dengan surat perintah angkat sita sesuai dengan salinan resmi berita acara eksekuasi panitera pengadilan bersangkutan.Terhadap sita blokir yang tidak dilanjutkan ke pengadilan maka dalam jangka waktu 30 hari pihak bersangkutan dapat melakukan pengangkatan sita atas permohonan sendiri kepada kepala kantor pertanahan dengan melampirkan bukti dalam bentuk akta perdamaian para pihak bersengketa.

Demikian penjelasan saya semoga bermanfaat.
Salam
Surjadi Jasin, SH

Thursday, July 17, 2008

Bolehkah WNA Memiliki Properti di Indonesia

(PROPERTI.BIZ edisi 30 / Juli 2008)

Pak Surjadi,

Saya adalah WNA , tinggal di Jakarta. Saat ini saya berniat untuk memiliki tempat tinggal. Yang ingin saya tanyakan adalah bagaimana aturan mengenai kepemilikan properti oleh orang asing (WNA). Juga bagaimana prosedurnya.
Terima Kasih atas jawabannya.

Mitch
Jakarta

Jawab:

Dasar dari penguasaan tanah oleh warga negara asing dan badan hukum asing yang mempunyai perwakilan di Indonesia sudah diatur dalam pasal 41 dan pasal 42 Undang–Undang Pokok Agraria (UUPA) No. 5 tahun 1960, dan diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah
(PP) No. 40 tahun 1996 yang mengatur tentang Hak Guna Bangunan (HGB), Hak Guna Usaha (HGU), dan Hak Pakai Atas Tanah.

Berdasarkan peraturan perundangan yang berlaku, WNA hanya diberikan Hak Pakai. Hak Pakai tersebut untuk orang asing yang berkedudukan di Indonesia dan badan hukum asing yang memiliki perwakilan di Indonesia. Jadi, sesuai peraturan tersebut, tidak dibenarkan WNA menguasai tanah dengan status Hak Milik.

Namun, menyesuaikan dengan perkembangan, pemerintah telah menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) No. 41 tahun 1996 yang mengatur tentang Pemilikan Rumah Tinggal atau Hunian oleh Orang Asing (WNA). Isinya antara lain:
  1. WNA yang berkedudukan di Indonesia diperkenankan memiliki satu rumah tinggal (bisa sarusun) yang dibangun di atas hak pakai.
  2. Rumah yang berdiri di atas Hak Pakai atas Tanah Negara (HPTN) atau Hak Pakai yang berasal dari tanah Hak Milik yang diberikan oleh pemegang Hak Milik dengan akta PPAT dan perjanjiannya harus dicatat dalam buku tanah dan serti kat Hak Milik.
Demikian penjelasan singkat ini, semoga bermanfaat.
Salam SURJADI JASIN, S.H.

Tuesday, June 17, 2008

Over Kredit

(PROPERTI.BIZ edisi 29 / Juni 2008)

Yth. Pak Surjadi,

Teman saya sudah menjalani KPR selama 5 (lima) bulan dan berencana melakukan over kredit kepada saya. Apakah biaya-biaya yang harus saya keluarkan sama dengan yang ia keluarkan dulu? Seperti BPHTB, Asuransi Kebakaran, Provisi dan sebagainya? Dan apakah KPR yang belum satu tahun berjalan sudah bisa di over kredit-kan?

Terima Kasih,
Belly

Jawab:

Terima kasih atas pertanyaan saudara, “Over Kredit” adalah suatu peristiwa yang sering terjadi dalam lalu lintas kredit perbankan. Jika anda bermaksud melakukan “Over Kredit”, sebenarnya anda mengajukan permohonan kredit baru dan biasanya pun bank tidak serta merta mengabulkan akan tetapi tetap melihat kemampuan anda untuk membayar angsuran.

Jika bank menyetujui yang pertama dilakukan adalah anda harus membuat akta jual beli dengan teman anda dan itu sudah barang tentu menimbulkan kewajiban pajak. Untuk penjual (teman anda) membayar PPH. Untuk pembeli membayar BPHTB. Kaitan dengan kredit yang dikeluarkan bank anda harus membayar provisi karena terjadi pengikatan kredit baru.

Untuk asuransi kebakaran jika masa berlaku belum habis dapat anda lanjutkan. Jadi walaupun kredit baru berjalan 5 (lima) bulan bisa saja teman anda “mengoper kredit” kepada anda. Tentu setelah memenuhi kewajiban-kewajiban yang ada pada bank yang bersangkutan.

Semoga bermanfaat.
Salam Surjadi Jasin, SH

Saturday, May 17, 2008

Jual Beli Tidak Memutuskan Sewa Menyewa

(PROPERTI.BIZ edisi 28 / May 2008)

Pak Surjadi,

Saya menyewa rumah seluas 100m² selama empat tahun. Harga sewa per tahun Rp15 juta. Kami sepakat bahwa harga sewa harus dibayar per dua tahun. Besarnya tetap, Rp30 juta per dua tahun. Surat perjanjian pun kami buat di atas materai.
Kami telah tinggal di rumah itu selama tiga tahun. Pemilik berniat menjual rumah yang sedang kami sewa. Kami sempat bersitegang karena pemilik menginginkan kami keluar rumah, kami tetap ingin tinggal di rumah tersebut sampai sewa berakhir.

Bagaimana penyelesaiannya pak ?
Terima kasih.
Cahyo - Bandung

Jawab:

Bapak Cahyo yang terhormat,

Pada prinsipnya, perjanjian Jual Beli tidak serta memutuskan perjanjian sewa menyewa. Oleh karena itu, rumah yang anda sewa sekarang - yang akan dijual oleh pemilik - tidak akan memutuskan perjanjian sewa menyewa anda. Bahkan pemilik baru harus mengikuti perjanjian sewa menyewa yang ada dan telah menggantikan kedudukan pemilik rumah di dalam perjanjian sewa menyewa.

Perjanjian sewa menyewa antara pihak anda dengan pihak pemilik memiliki kekuatan hukum karena perjanjian ini mengikat para pihak yang membuatnya (KUHPerdata 1338). Apabila pemilik menghendaki anda keluar dari rumah yang telah anda sewa, padahal waktu sewa belum habis, langkah-langkah yang dapat anda lakukan adalah:

Bila anda tidak melakukan wanprestasi, anda dapat menuntut kembali uang sewa yang telah dibayarkan dan meminta ganti rugi kepada pemilik karena telah melakukan pemutusan perjanjian sebelum tepat waktunya.
Anda dapat mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri karena pemilik telah melakukan wanprestasi dengan memaksa anda keluar dari rumah sebelum habis waktu, sebagaimana dalam perjanjian sewa menyewa.

Salam – Surjadi Jasin

Thursday, April 17, 2008

Ganti Rugi Atas Pendirian Bangunan di Atas Tanah Bukan Hak

(PROPERTI.BIZ edisi 27 / April 2008)

Pak Surjadi Jasin,

Mohon maaf mengganggu waktunya, saya ada pertanyaan berkenaan dengan permasalahan yang saya hadapi. Mungkin Bapak bisa membantu memberikan solusinya.

Begini ceritanya, kebetulan [alm] orang tua saya sejak tahun 1983 membangun tempat tinggal di atas tanah milik Pakdhe. Dan pembayaran pajak bumi dan bangunan kami lakukan secara rutin atas tanah dan bangunan tersebut sampai dengan sekarang. Sebagai informasi tambahan, pemilik tanah ini tidak memegang sertifikat asli karena hilang. Baru-baru ini ada informasi bahwa pemilik akan menjual tanah tersebut. Tentunya setelah dia berhasil mengurus surat-surat kepemilikannya.

Yang ingin saya tanyakan, apakah kami memiliki hak untuk mendapatkan penggantian rumah tinggal yang saat ini kami tempati ? Kami tinggal di Jawa Tengah.
Terima kasih untuk waktu dan bantuan yang diberikan.

Regards,
tri m - (via email)

Jawab:

Pak Tri, terima kasih atas pertanyaannya.

Untuk permasalahan Bapak, walaupun Bapak membayar PBB secara rutin, Bapak tetap tidak mempunyai hak atas tanah tersebut, karena PBB bukan merupakan bukti kepemilikan. Sehingga kepemilikan tanah tetap ada pada Pakdhe Bapak, apalagi Pakdhe mempunyai Sertifikat tanah tersebut.
Bapak bisa mendapatkan ganti rugi atas tanah tersebut, dengan dibicarakan secara kekeluargaan, apalagi jika pada saat membangun rumah, Bapak telah mendapat persetujuan dari Pakdhe.

Demikian jawaban saya, semoga bermanfaat.
Salam - Surjadi Jasin

Monday, March 17, 2008

Prosedur Pembuatan Sertifikat Hak Milik

(PROPERTI.BIZ edisi 26 / Maret 2008)

Pak Surjadi Ysh,

Saya ingin konsultasi terkait permasalahan tanah yang tengah dihadapi.
Saya membeli tanah sebagai bagian dari tanah dengan sertifikat hak milik (SHM) yang telah dituangkan dalam AJB dan ingin memisahkan SHM atas nama saya sendiri.

Permasalahan muncul ketika belakangan diketahui bahwa pemilik awal membagi tanah menjadi beberapa bagian dan menjual kepada pihak lain yang juga sudah diterbitkan AJB nya. Dimana penjual merupakan perorangan yang juga buta akan proses pengurusan pertanahan.

Sebenarnya bagaimana prosedur pembuatan SHM untuk kasus seperti di atas? Biaya apa saja yang muncul dan besaranya berapa untuk mengurus hingga mendapatkan SHM.
Terima kasih atas perhatian dan kesediaan Bapak untuk menjawab.
Arief Lukman - (via email)
Jawab:
Pak Arief Lukman Yth.

Pertama tama akan saya jelaskan bahwa masalah yang Bapak hadapi adalah pemecahan / splitz Sertifikat Hak Milik, bukan pembuatan sertifikat Hak Milik dikarenakan Hak atas Tanah (Hak Milik) sudah ada dan tinggal dipecah pecah menurut ukuran yang telah dibeli oleh Bapak, sehingga akan muncul Sertifikat Hak Milik sesuai dengan ukuran yang Bapak beli.

Untuk mengurus proses splitzing Bapak harus melampirkan :
  • Sertifikat Hak Milik asal (induk)
  • Akte Jual Beli
  • KTP Penjual dan Pembeli
  • Bukti Pembayaran PPH dan BPHTB
  • dan mengisi Form Khusus untuk splitzing di Kantor Pertanahan.
Untuk memudahkan, Bapak bisa menghubungi Notaris / PPAT setempat.

Menjawab pertanyaan Bapak yang berikutnya, sebaiknya Bapak mengurus bersama sama dengan pembeli lainnya, karena dibutuhkan Sertifikat asal (induk) untuk mengurusnya sehingga dapat munculnya Sertifikat Splitzing bisa sekaligus dengan pembeli lainnya.

Demikian jawaban saya, semoga bermanfaat.
Salam - Surjadi Jasin

Sunday, February 17, 2008

Rumah Tak Dibangun, Cicilan Lunas

(PROPERTI.BIZ edisi 25 / Pebruari 2008)

Pak Surjadi,

Saya membeli sebuah rumah di kawasan perumahan dua tahun lalu, ketika developer yang bersangkutan pertama kali menjualnya. Proses jual beli telah berlangsung , uang muka sudah dibayarkan dan cicilan kredit diangsur setiap bulan sejak akad kredit ditanda tangani.
Namun sampai sekarang, rumah yang dijanjikan tak kunjung dibangun, padahal developer berjanji akan menyerahkan rumah tersebut 1 tahun sejak akad kredit.

Apa upaya hukum yang harus diambil? Langkah langkah apa yang harus dilakukan? Mohon saran.

Terima kasih.
Pratama - Bandung

Jawab:

Bapak Pratama,
Pertama tama Anda harus melihat kembali perjanjian apa yang Anda tanda tangani, apakah PPJB atau AJB. Menurut saya, anda menandatangani PPJB (Perjanjian Pengikatan Jual Beli) karena rumah belum selesai. Yang dapat anda lakukan adalah:

Mengajukan gugatan perdata ke Pengadilan Negeri terhadap developer karena ingkar janji dan anda dapat memperoleh kembali uang pembelian yang telah anda bayarkan beserta bunga karena pihak developer lalai memenuhi kewajibannya.

Melaporkan pidana pihak developer kepada Kepolisian karena melakukan penipuan atau penggelapan.
Namun, bila Anda akan menempuh jalur hukum, perlu anda pertimbangkan segi biaya juga waktu. Berapa biaya yang akan anda keluarkan dan berapa lama waktu yang diperlukan, juga resiko.

Demikian penjelasan saya semoga bermanfaat.

Salam,
Surjadi Jasin, SH

Wednesday, January 16, 2008

Biaya AJB dan Sertifikat

(PROPERTI.BIZ edisi 24 / Januari 2008)

Pak Surjadi,

Saya baru saja membeli sebidang tanah seluas 40 m2, seharga Rp. 40 jt di Jakarta Selatan, yang menjadi pertanyaan saya :
  1. Berapa biaya pembuatan AJB di Notaris ?
  2. Tanah tersebut dijual oleh si A, tetapi orang tua si A masih ada dan sertifikat tanah atas nama orang tuanya, apakah harus membuat Akte hibah dahulu atau langsung AJB ?
  3. Bisakah kita mengurus sendiri pembuatan sertifikat tanah itu setelah saya beli atau langsung saja oleh Notaris, berapa biaya yg harus dikeluarkan ?
Terima kasih.
Wahyu Masgiono - Jakarta

Jawab:

Pak Wahyu di Jakarta,
  1. Untuk biaya AJB dan Balik Nama biasanya Notaris memungut 1% dari harga transaksi dan biasanya ada batas minimal biaya tergantung dari Notaris yang bersangkutan.
  2. Menurut saya , lebih baik langsung saja anda melakukan jual beli dengan orang tua si A
  3. Anda bisa mengurus sendiri Balik Nama Sertifikat tanah di BPN dengan melampirkan syarat syarat yang diperlukan, namun sebaiknya untuk menghemat waktu dan lain lain pengurusan sebaiknya dilakukan oleh Notaris / PPAT yang membuat Akte Jual Beli. Silahkan Bapak melihat daftar biaya yang ada di kantor pertanahan setempat
Semoga bermanfaat.
Salam - Surjadi Jasin, SH