(PROPERTI.BIZ edisi 19 / Agustus 2007)
Pak Surjadi,
Saya membeli sebidang tanah, dengan status HGB. Pada saat saya sedang membangun, saya didatangi Bpk. A. Dia mengaku anak Ibu B, yang merupakan penggarap dari sebagian tanah tersebut.
Mereka menunjukan surat dari Kelurahan yang terdapat denah tanpa batas yang jelas. Dikatakan bahwa sebagian tanah saya tersebut adalah garapan Ibu B. Bpk. A meminta saya untuk menghentikan pembangunan sebelum ganti rugi garapan diberikan.
Sampai sekarang saya masih bertahan untuk tidak memberi ganti rugi. Saya katakan, waktu saya membeli status tanah sudah HGB, sehingga ganti rugi sudah diberikan pada saat membuat Sertifikat, dan memang menurut pemilik awal, ganti rugi sudah diberikan dengan bukti terlampir.
Dengan adanya kejadian tersebut, saya minta saran dari Bapak.
Terima kasih. - Ating
Jawab:
Bpk. Ating yang terhormat,
Posisi hukum Bapak cukup kuat karena kepemilikan tanah dikatakan sempurna apabila bersatunya dua hal, yaitu Bukti Fisik (artinya fisik lahan dikuasai) dan Bukti Surat (artinya sertifikat atas nama yang menguasai fisik).
Sertifikat merupakan alat bukti kepemilikan tanah yang kuat walau tidak mutlak. Artinya dapat dibatalkan melalui proses hukum jika terdapat cacat hukum dalam proses penerbitannya.
Mengenai masalah Bapak, tuntutan yang diajukan tidak mempunyai landasan hukum yang kuat. Maka saran saya, tidak perlu dilayani karena akan menjadi preseden buruk, kedepannya bisa saja muncul anak anak yang lain.
Tindakan yang dapat Bapak lakukan adalah :
- Meneruskan pembangunan
- Laporkan dan koordinasikan masalah gangguan tersebut ke Polisi Setempat, sehingga mereka dapat mengantisipasi dan dapat membuat jera pelaku.
Demikian penjelasan singkat ini, semoga bermanfaat.
Salam , Surjadi Jasin
No comments:
Post a Comment